Bukit dua Menara, Perjalanan dan Sebuah ikatan.
#Sebuah Review (cukup
panjang) perjalanan Napak Tilas Masyayikh, PR. IPNU –IPPNU PANJUNAN 2018.
Banyak hal yang
dapat saya bagikan setelah mengikuti kegiatan Napak Tilas Masyayikh beberapa
hari yang lalu. Hal itu bukanlah berupa sebuah bingkisan ataupun oleh oleh.
Melainkan sebuah hal yang tak memiliki
volume atapun menempati ruang. Ya. Pengalaman. Itulah hal yang saya
maksud.
Tak seperti kegiatan
ziaroh yang pernah saya ikuti beberapa waktu yang lalu. Kegiatan yang diadakan
oleh Pengurus Ranting IPNU – IPPNU Panjunan ini, memiliki tujuan lain. Tidak
hanya sekedar berziaroh dan memanjatkan doa untuk Sunan Giri, Sunan Prapen ,
Raden Supeno dan Putri Cempo, Saya dan anggota Ipnu – Ippnu yang lain dituntut
untuk mengilhami perjalan yang dilakukan.
Singkat saja,
destinasi pertama kami ialah makam Sunan Giri. Tidak banyak berubah sejak saya
kemari Ramadhan lalu, Makam Sunan Giri selalu ramai dikunjungi oleh para
peziaroh baik dari gresik maupun luar gresik. Termasuk Kami, peziaroh dari
Waru, Sidoarjo. Arsitektur bangunan makamnya pun tak banyak berubah. Tetap
kokoh dan estetik. Mengundang decak kagum bagi saya sendiri. Ya, karena
bangunan bangunan seperti itu jarang saya temui di perkotaan.
Bergeser sedikit
dari Makam Sunan Giri, saya mengunjungi kompleks makam Sunan Prapen. Sunan
Prapen sendiri ialah Cucu dari Sunan Giri yang juga merupakan Sultan yang
berhasil membawa kesultanan Giri menuju ke puncak kejayaannya. Jujur Saja. Baru
saat ini saya mengunjungi kompleks pemakaman Sunan Prapen. Hawa rindang
bercampur dingin dan juga sejuk menyambut begitu saya melewati gapura makam. Berbeda
dengan kompleks makam Sunan Giri, makam Sunan Prapen ini sangat teduh. Banyak
ditumbuhi pohon pohon yang besar di sekitar jalan. Bangunan Makamnya pun cukup
terawat dan sangat klasik dengan arsitektur jawa yang sangat gagah dan indah.
Namun, agaknya makam Sunan Prapen ini belum menjadi tujuan utama dari para
Peziaroh saat mengunjungi obyek wisata makam sunan Giri. Terlihat dari saat saya
berkunjung kesana, peziaroh yang singgah tak terlalu banyak seperti saat saya
berada di makam Sunan Giri. Tapi pesona keindahan bangunan bersejarah ini,
tentu selalu menjadi daya tarik. Terutama latar belakang historisnya yang saya
rasa menarik untuk terus dipelajari.
Cukup jauh dan
menantang. Dari makam Sunan Prapen, saya bersama teman teman Ipnu-Ippnu
digiring oleh panitia menuju ke Giri kedaton. Ya. Giri kedaton adalah salah
satu peninggalan sejarah Sunan Giri yang saat ini bangunannya masih terdapat di
puncak bukit. Sebuah masjid berdinding putih masih berdiri dengan kokoh disana.
Jujur saja. Giri kedaton inilah yang menjadi target utama destinasi saya kali
ini. Saya dan beberapa kawan sepakat untuk hal itu. Mengapa ? karena saya rasa
memang saya ingin kesana dan merasakan kegagahan serta keindahan alam yang bisa
saya lihat dari sana. Tentu saja juga karena ingin mempelajari sejarahnya,
mengingat Kedaton Giri merupakan pesantren yang sangat berpengaruh di masanya.
Seperti yang saya
singgung tadi. Perjalanan menuju kedaton Giri agaknya cukup menantang, terutama
untuk para pelancong maupun peziaroh yang saya rasa kurang sering berolahraga
ataupun melakukan kegiatan pendakian. Situs yang letaknya memang berada diatas
bukit ini harus ditempuh dengan cara menaiki anak tangga yang cukup banyak,
serta jalanan yang cukup naik sehingga harus menguras tenaga ekstra. Beberapa
teman saya sampai terpaksa harus didorong untuk sampai keatas. :D
Begitu sampai
disana, kami menunaikan ibadah sholat Dhuhur berjamaah. Tapi saya yang kala itu
sedang berhalangan sholat memilih untuk menjelajah lebih jauh tentang situs
yang unik dan estetik itu. Saya melihat beberapa pemakaman disana dan juga
beberapa kolam yang dahulu dibuat Wudhu untuk santri saat akan melakukan
ibadah. Dan menarik lagi, saya juga bisa melihat laut dan dermaga yang penuh
dengan kapal kapal dari sana. Sungguh unik dan indah.
Tempat ini memang
tidak seramai kompleks pemakaman. Mungkin memang medan yang ditempuh juga
sangat sulit untuk dikunjungi terutama untuk peziaroh yang lanjut usia maupun
yang masih sangat belia. Tapi untuk kaum muda. Tempat ini bukanlah hal yang
sangat biasa untuk dikunjungi. Tempat ini memiliki pesona tersendiri di setiap
sudutnya. Mulai dari sudut historis, religi maupun alam. Tempat ini menyajikan
suasana gagah kala kita sudah menaklukan perjalanan yang cukup berat di awal.
Puas bermain main
dan mengambil beberapa foto di kedaton. Kami beralih menuju makam Raden Supeno
yang merupakan putra pertama dari Sunan Giri. Kompleks pemakamannya tepat
berada di bawah masjid kedaton. Bangunannya cukup bersih dan terawat. Namun
lagi – lagi tak seramai pemakaman Sunan Giri.
Setelah itu panitia
mengajak kami untuk berkumpul sebentar untuk memberikan beberapa kata yang
perlu disampaikan. “Sebagaimana namanya, Napak tilas ini dilakukan dengan
berjalan kaki dengan tidak menggunakan kendaraan satupun untuk menuju ke
tujuan.” Ucap Ma’ruf Romadhon , selaku ketua IPNU Panjunan. Memang dari awal
pemberhentian bis hingga nanti pemberhentian terakhir di makam Putri Cempo,
kami harus menempuhnya dengan berjalan kaki.
“Kedaton Giri ini,
medannya belum seberapa menguras tenaga. Ada yang lebih besar lagi untuk
ditaklukan dengan berjalan kaki.” Imbuhnya. Tentu saja saya yang kala itu sama
sekali belum mengerti tentang seluk beluk kawasan itu belum seberapa mengerti
tentang medan yang seperti apa dan bagaimana yang harus saya taklukan nantinya.
Tapi saat berada di puncak bukit di kedaton giri, seorang panitia memberitahu
saya bahwa rombongan akan dibawa ke Makam Putri Cempo yang terletak diseberang
bukit di depan mata saya kala itu. “Nanti, tujuan terakhir kita berada di atas
bukit yang ada dua menaranya itu.”Katanya. Saya cukup melongo mendengarnya.
Tentu saja saya membayangkan betapa berat perjalanan yang akan saya lakukan
nantinya,dari tempat saya berdiri di kedaton ini menuju kesana. “Iya,
perjalanannya memang sangat jauh.” Imbuh seorang panitia yang lain.
“Perjalanan ini,
saya harap diilhami oleh kita semua. Harus disii dengan semangat. Nanti saya
harap , sepanjang perjalanan kita sama sama menyanyikan Hubbul wathon bersama
untuk membakar semangat ” ucap Ma’ruf Romadhon kembali. Ia pribadi menuturkan
bahwa perjalanan ini ialah upaya untuk membentuk ikatan yang lebih kuat lagi.
Sebuah ikatan yang dapat membentuk generasi generasi yang dapat membawa bangsa
ini lebih baik lagi. Dan dengan perjalanan ini, ia berharap untuk saling
menguatkan dan mensupport satu sama lain sebagaimana ikatan yang semestinya.
Dan perjalanan dari
bukit Kedaton Giri menuju makam putri Cempo pun mulai dilakukan. Pertama, tentu
saja kami harus menuruni bukit dan melewati beberapa perumahan warga. Kami
cukup menjadi pusat perhatian. Mungkin karena kami berseragam dan juga berjalan
bergerombol bersama layaknya sebuah regu pramuka. Tapi tentu yang menjadi pusat
perhatian utama kami adalah nyanyian para anggota yang memecah kesunyian siang
itu. Tak terlalu keras, tapi terdengar. Beberapa dari kami dengan bangganya
menyanyikan lagu Hubbul Wathon.
Medan yang kami
tempuh mulai terjal. Awalnya hanya jalan meliuk liuk dikelilingi perumahan
warga. Lama kelamaan jalanan terus mendaki dan suasana bukit mulai kami temui.
Beberapa teman saya hanya berkata. “Ini beneran kesana ? jalan kaki?”. Saya
pribadi juga agaknya sedikit khawatir. Mengigat saya kurang berolahraga maupun
melakukan pendakian. Tapi tentu saja saya mempercayai kekuatan gravitasi.
Setengah perjalanan , beberapa teman saya terpaksa harus berhenti karena
kelelahan. Beberapa mengeluh dan meminta untuk ditinggal saja. tapi beberapa
teman yang lain terus menyemangati. “Namanya juga berjuang rek. Ya harus
bersusah susah”. Perkataan itu tentu saja terilhami dari semboyan Ipnu-ippnu
sendiri, yaitu belajar, berjuang, bertakwa.
Kurang setengah
perjalanan lagi. Beberapa teman kami terpaksa harus didorong dari belakang.
Tapi tentu saja semua sampai ketujuan. Sampai ke tujuan tentu saja kami berbagi
tentang apa saja yang terjadi diperjalanan entah itu suka maupun duka.
Benar saja apa yang
dikatakan oleh panitia tadi. Saya benar benar melihat 2 buah menara (menara
listrik yaa) di depan saya. Tentu sebagai seorang pelancong awam saya benar
benar tidak bisa menduga, saya melakukan perjalanan dari tujuan awal di sunan
giri hingga makam putri cempo di atas bukit ini dengan berjalan kaki. Tentu
saja saya tak bisa mengelak bahwa ini memang benar benar melelahkan. Tapi tentu
saja hal ini tidak sebanding dengan kesenangan yang saya dapatkan, selain dari
perjalanan religi.
Memang, saya
termasuk orang yang cukup berperasaan terhadap segala sesuatu. Termasuk perjalanan
ini. Terlintas di benak saya tentang bayangan bagaimana dulu wali wali Allah
dalam menyampaikan dakwahnya, tentang bagaimana santri santri menuntut ilmu dan
memperjuangkannya. Tentu hal itu tidak semudah saat ini. Tapi mereka dengan
gigihnya berjuang hingga saat ini umat manusia, umat islam khususnya dapat
merasakan nikmat islam.
Ya. Mungkin bukit 2
menara ini,-yang namanya kusebut demikian- telah mengajariku sesuatu. Dengan
rasa lelah letihnya sebuah perjalanan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan
, rasa itu mungkin akan sedikit berkurang dengan hadirnya sebuah ikatan.
#Gresik,21 Januari
2018
-Ditulis oleh salah seorang peserta yang kurang begitu antusias
Komentar
Posting Komentar